SIGMANEWS.ID – Jakarta, Kasus ledakan SMAN 72 Jakarta terus diusut kepolisian. Polisi mengungkap bahwa bahan peledak yang digunakan anak berhadapan dengan hukum (ABH) dalam insiden itu didapat dengan cara membeli secara online. Keluarga mengira barang tersebut dipakai untuk kegiatan ekstrakurikuler sehingga tidak menaruh curiga.
Baca Juga: Penemuan Rafflesia Hasseltii Setelah 13 Tahun: Momen Haru di Hutan Sumatera
Pengakuan Pelaku Terkait Persiapan Ledakan SMAN 72 Jakarta
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto menyampaikan bahwa paket berisi bahan peledak diterima orang tua pelaku tanpa kecurigaan.
“Kalau barang-barang paket yang diterima itu, itu kan untuk ekstrakurikuler sekolah. Jadi tidak ada kecurigaan dari keluarga juga,” tutur Budi.
“Iya seperti itu (beli online dikirim paket). Karena kan orang tuanya yang menerima,” sambungnya.
Pelaku juga berdalih laptopnya rusak sehingga aktivitasnya di internet tidak diawasi ketat.
“Menurut si ABH ke orang tuanya bahwa laptopnya itu rusak,” jelas Budi.
Ia menambahkan bahwa keluarga kaget karena anak tersebut dikenal pendiam baik di rumah maupun di sekolah.
Motif dan Faktor Psikologis
Penyelidikan menunjukkan pelaku ledakan SMAN 72 Jakarta mengalami perundungan dan mudah terpapar konten negatif. Menurut kepolisian, pelaku meniru aksi penembakan massal di luar negeri sebagai bentuk balas dendam, bukan bagian dari kelompok terorisme.
“Pelaku melakukan aksi karena menjadi korban bullying dari rekannya, dan meniru pelaku penembakan massal di luar negeri sebagai metode untuk melakukan aksi balas dendam,” ujar Brigjen Trunoyudo.
Ia menjelaskan bahwa pengalaman dirundung, kurangnya perhatian keluarga, serta minimnya literasi digital membuat remaja rentan mengakses konten berbahaya.
“Propaganda disiminasi dengan menggunakan video pendek, animasi, meme, serta musik… dipengaruhi oleh bullying, status sosial, broken home, marginalisasi sosial, serta minimnya literasi digital,” ujarnya.
Kronologi versi Guru dan Saksi
Ledakan terjadi pada Jumat (7/11/2025), saat ratusan siswa dan guru mengikuti kegiatan salat Jumat di sekolah. Suara ledakan terdengar dari belakang aula, disusul rentetan ledakan pada titik berbeda.
“Saat ledakan langsung bubar, langsung pada keluar semua karena takut,” kata saksi Totong.
Sebanyak 96 orang mengalami luka-luka akibat ledakan tersebut dan segera dievakuasi ke rumah sakit terdekat.
Kondisi Terkini Pelaku
Pelaku ledakan SMAN 72 Jakarta masih menjalani perawatan karena tubuhnya belum stabil. Setelah selang makan dilepas, ia masih mengalami mual, pusing, dan cenderung melamun.
“Dia masih beradaptasi… masih ada rasa mual, pusing,” ungkap Budi.
“Masih kayak belum pulih sepenuhnya,” tambahnya.
Pemeriksaan belum dapat dilakukan sepenuhnya sebab kondisi mental pelaku dinilai belum stabil.
“Penyidik berkoordinasi dengan dokter psikisnya sudah layak belum dia diminta keterangan. Dokter menyatakan belum,” ujar Budi.
Pemeriksaan nantinya akan melibatkan KPAI, Bapas, Apsifor, dan lembaga pendamping anak lainnya.
Penyelidikan Lanjutan Kasus Ledakan SMAN 72 Jakarta
Meski pelaku belum dapat diperiksa, penyidik tetap menggali keterangan saksi, keluarga, dan memeriksa barang bukti.
“Pemeriksaan lain maraton… Setelah dokter mengatakan kondisinya sudah bisa dimintai keterangan, penyidik akan berkomunikasi dengan Bapas, Dinsos, KPAI,” jelas Budi.
Keluarga pelaku menyebut bahwa anak tersebut tidak temperamental dan memiliki sifat pendiam.
Korban luka akibat ledakan masih dirawat sebanyak tiga orang di tiga rumah sakit berbeda. Dari total ledakan, empat bom meledak di dua titik berbeda, sementara tiga lainnya berhasil diamankan sebelum digunakan.
Dampak Psikologis Ledakan SMAN 72 Jakarta Terhadap Siswa
Insiden ledakan SMAN 72 Jakarta menimbulkan trauma mendalam bagi siswa. Banyak murid bahkan mengajukan pindah sekolah karena tidak nyaman kembali ke lokasi kejadian.
Gubernur DKI menyebut perlunya penanganan psikologis menyeluruh agar dampak emosional para siswa tidak berkepanjangan.
“Saya enggak mau dampaknya sampai panjang,” ujarnya.
Polri juga membangun pusat trauma healing melibatkan KPAI, tenaga medis, psikolog, dan sejumlah lembaga lainnya.
“Untuk memberikan bantuan apabila ada keluhan yang bisa diberikan penanganan di trauma healing,” ujar Kapolri.
