SIGMANEWS.ID – Jakarta, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non-TPI Tangerang menangkap sepuluh WNA investor bodong berkewarganegaraan Pakistan dan Irak yang tinggal di sebuah apartemen di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, setelah diduga menyalahgunakan izin tinggal investor tanpa menjalankan kegiatan usaha apa pun.
Baca Juga: Geger! Kebakaran Gedung Hunian di Hong Kong Tewaskan Empat Warga
Pengungkapan Modus WNA Investor Bodong di Tangerang
Penangkapan bermula dari laporan masyarakat terkait aktivitas mencurigakan di sebuah apartemen. Petugas kemudian menemukan sepuluh WNA yang mengaku sebagai pemegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS) Investor, namun tidak mengetahui nama perusahaan maupun kegiatan yang mereka klaim.
“Kita menangkap 10 orang warga negara asing, yang mana delapan orang di antaranya berwarga negaraan Pakistan dan dua orang berwarga negaraan Irak,” ujar Kepala Kantor Wilayah Imigrasi Banten, Felucia Sengky Ratna.
Ia menegaskan keterangan awal para WNA justru menimbulkan kecurigaan baru. “Jadi pada keterangan awal mereka mengaku tidak melakukan kegiatan apapun,” katanya.
Perusahaan Fiktif Jadi Penjamin
Imigrasi melakukan pengecekan ke perusahaan-perusahaan yang tertera dalam dokumen keimigrasian para WNA tersebut.
Hasilnya, kantor penjamin tidak ditemukan, ada yang berupa virtual office yang sudah tidak diperpanjang, bahkan ada perusahaan yang tidak diketahui pengelolanya.
“Kondisi ini mengarah pada indikasi kuat bahwa izin tinggal investasi hanya dijadikan tameng untuk masuk dan tinggal di Indonesia tanpa tujuan yang sesuai dengan ketentuan,” ujar Sengky.
Para WNA tinggal dalam dua kamar apartemen berisi lima orang per unit dengan biaya sewa Rp 2,5 juta per bulan. Mereka mengaku biaya hidup dikirim oleh orang tua dan membayar sewa secara patungan Rp500 ribu per orang.
Pendalaman Kasus WNA Investor Bodong Terus Dilakukan
Kepala Kantor Imigrasi Tangerang, Hasanin, mengatakan pihaknya menemukan banyak kejanggalan saat wawancara.
“Ketika kami melakukan wawancara, mereka tidak mengetahui nama perusahaan dan kegiatannya,” ujarnya.
Imigrasi kemudian menelusuri lokasi perusahaan penjamin, namun hasilnya nihil. Tidak ada aktivitas operasional maupun keberadaan kantor sesuai dokumen.
Merasa ada indikasi pelanggaran, petugas menyita paspor, izin tinggal, lembar saham AHU, laptop, dan handphone sebagai barang bukti untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Sanksi Berat Menanti Para WNA
Sepuluh WNA itu diduga melanggar Pasal 123 huruf a Undang-Undang Keimigrasian. Mereka disebut memberi data atau keterangan palsu untuk mendapat visa atau izin tinggal.
“Ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta,” kata Sengky.
Ia menegaskan bahwa penindakan ini menunjukkan komitmen Imigrasi dalam menjaga integritas fasilitas investor.
